Rabu, 14 Desember 2016

sejarah singkat ilmu naghom



MENGENAL NAGHAM (IRAMA) AL QURAN DAN KILASAN SEJARAHNYA

Kognisi dan psikomotorik umat Islam terhadap nagham tidak selazim ilmu tajwid. Kata nagham secara etimologi paralel dengan kata ghina yang bermakna lagu atau irama. Secara terminologi nagham dimaknai sebagai membaca Al Quran dengan irama (seni) atau suara yang indah dan merdu atau melagukan Al Quran secara baik dan benar tanpa melanggar aturan-aturan bacaan.Keberadaan ilmu nagham, tidak sekedar realisasi dari firman Allah dalam suroh Al Muzzammil ayat 4,”Bacalah Al Quran itu secara tartil”, akan tetapi merupakan bagian yang tak terpisahkan dari eksistensi manusia sebagai makhluk yang berbudaya yang memiliki cipta, rasa, dan karsa. Rasa yang melahirkan seni (termasuk nagham) merupakan bagian integral kehidupan manusia yang didorong oleh adanya daya kemauan dalam dirinya. Kemauan rasa itu sendiri timbul karena didorong oleh karsa rohaniah dan pikiran manusia.
Nagham merupakan salah satu dari sekian ekspresi seni yang menjadi bagian integral hidup manusia. Bahkan nagham ini telah tumbuh sejak lama. Ibnu Manzur menyatakan bahwa ada dua teori tentang asal mula munculnya nagham Al Quran. Pertama, nagham Al Quran berasal dari nyanyian nenek moyang bangsa Arab. Kedua, nagham terinspirasi dari nyanyian budak-budak kafir yang menjadi tawanan perang. Kedua teori tersebut menegaskan bahwa lagu-lagu Al Quran berasal dari khazanah tradisional Arab (tentu saja berbau padang pasir). Dengan teori ini pula ditegaskan bahwa lagu-lagu Al Quran idealnya bernuansa irama Arab. Sehingga apa yang pernah ditawarkan Mukti Ali dalam sebuah kesempatan pertemuan ilmiah tentang pribumisasi lagu-lagu Al Quran (misalnya menggunakan langgam es lilin dan dandang gulo) tidak dapat diterima. Pada Masa akhir ini sesuai dengan perkembangan maka melalui teori konvergensi asal bersesuaian dengan nahga arab klasik.
Meski kedua teori tersebut hampir benar adanya tapi tetap saja muncul permasalahan. Jika memang benar nagham Al Quran berasal dari seni Arab lalu siapakah yang pertama kali mengkonversikannya untuk lagu Al Quran ? Sampai di sini ketidakjelasan. Dan lagi, jika memang benar nagham Al Quran berasal dari nyanyian tentu dapat direpresentasikan dalam not balok atau oktaf tangga nada. Tapi kenyataannya tidaklah demikian, nagham Al Quran sangat sulit ditransfer ke dalam notasi angka atau nada. Dan karena sifat eksklusifisme inilah kemudian yang “memaksa” bahwa metode sima’i, talaqqi, dan musyahafah merupakan satu-satunya cara dalam mentransmisikan lagu-lagu Al Quran Pada zamannya, Rasulullah SAW adalah seorang qari’ yang membaca Al Quran dengan suara indah dan merdu. Abdullah bin Mughaffal pernah mengilustrsikan suara Rasulullah dengan terperanjatnya unta yang ditunggangi Nabi ketika Nabi melantunkan suroh Al Fath. Para sahabat juga memiliki minta yang besar terhadap ilmu nagham ini. Sejarah mencatat sejumlah sahabat yang berpredikat sebagai qari’, diantaranya adalah : Abdullah Ibnu Mas’ud dan Abu Musa Al Asy’ari. Pada periode tabi’in, tercatat Umar bin Abdul Aziz dan Safir Al Lusi sebagai qari’ kenamaan. Sedangkan periode tabi’ tabi’in dikenal nama Abdullah bin Ali bin Abdillah Al Baghdadi dan Khalid bin Usman bin Abdurrahman.
Kendati di masa awal Islam sudah tumbuh lagu-lagu Al Quran, namun perkembangannya tak bisa dilacak karena tak ada bukti yang dapat dikaji. Hal ini dimungkinkan karena pada saat itu belum ada alat perekam suara. Transformasi seni baca Al Quran berlangsung secara sederhana dan turun temurun dari generasi ke generasi. Sejarah juga tak mencatat perkembangan pasca tabi’in. Apresiasi terhadap seni Al Quran semakin tenggelam seiring dengan semakin maraknya umat Islam melakukan olah akal (berfilsafat), olah batin (tasawwuf), dan olah laku ibadah (berfiqh). Selain itu, barangkali ini yang paling mendasar bahwa dibutuhkan kemampuan khusus untuk masuk dalam kualifikasi qari’, terumata menyangkut modal suara. Modal ini lebih merupakan hak perogratif Allah untuk diberikan kepada yang dikehendaki-Nya. Pada abad ke-20, kedua model lagu tersebut masuk ke Indonesia. Transmisi lagu-lagu tersebut dilakukan oleh ulama-ulama yang mengkaji ilmu-ilmu agama di sana yang pulang ke tanah air untuk mengembangkan ilmunya, termasuk seni baca Al Quran. Lagu Makkawi sangat digandrungi di awal perkembangannya di Indonesia karena liriknya yang sangat sederhana dan relatif datar. Lagu Makkawi mewujud dalam barzanji. Beberapa qari’ yang menjadi eksponen aliran ini adalah : KH Arwani, KH Sya’roni, KH Munawwir, KH Abdul Qadir, KH Damanhuri, KH Saleh Ma’mun, KH Muntaha, dan KH Azra’i Abdurrauf.
Memasuki paruh abad 20, seiring dengan eksebisi qari’ Mesir ke Indonesia, mulai marak berkembangan lagu model Mishri. Pada tahun 60-an pemerintah Mesir mensuplai sejumlah maestro qari’ seperti Syeikh Abdul Basith Abdus Somad, Syeikh Musthofa Ismail, Syeikh Mahmud Kholil Al Hushori, dan Syeikh Abdul Qadir Abdul Azim. Animo dan atensi umat Islam Indonesia terhadap lagu-lagu Mishri demikian tinggi. Hal ini disebabkan karakter lagu Mishri yang lebih dinamis dan merdu. Keadaan ini cocok dengan kondisi alam Indonesia. Sejumlah qari’ yang menjadi elaboran lagu Mishri adalah : KH Bashori Alwi, KH Mukhtar Lutfi, KH Aziz Muslim, KH Mansur Ma’mun, KH Muhammad Assiry, dan KH Ahmad Syahid. Seni baca Al Quran baru menampakkan geliatnya pada awal abad 20 M yang berpusat di Makkah dan Madinah serta di Indonesia sebagai negeri berpenduduk mayoritas Muslim yang sangat aktif mentransfer ilmu-ilmu agama (termasuk nagham) sejak awal 19 M. Hingga hari ini Makkah dan Mesir merupakan kiblat nagham dunia. Masing-masing kiblat memiliki karakteristik tersendiri. Dalam makkawi dikenal lagu Banjakah, Hijaz, Mayya, rakby, Jiharkah, Sikah, dan Dukkah. Sementara pada Misri terdapat Bayyati, Hijaz, Shoba, Rashd, Jiharkah, Sikah, dan Nahawand.
Nagham Yang sangat sering ditampilkan Qari /Qari’ah dimasa kini:
1.      Nagham bayati yang terdiri dari  bayati qoror, bayati  nawa, bayati jawab, bayati jawabul jawab
2.      Nagham shaba yang terdiri dari shoba Asli, shoba jawab, shoba ajami salalim su’ud, shoba ajami salalim nuzul. Shoba bastanjar
3.      nagham Hijaz yang terdiri dari hijaz asli, hijas kard, hijaz kard-kurd, hijaz kurd
4.      Nagham nahawand yang terdiri nahawand asli , nahawand usysyaq
5.      Naghan sikka yang terdiri diri sikka asli,sikka ramal, sikka misri, sikka turki
6.      nagham ras yang terdiri dari ras asli, ras alan nawa, ras syabir
Nagham ini bisa dikembangkan dengan bermacam variasi, yang dikembangkan dengan banyak mendengarkan bacaan syeh Mustopha Ismail,syeh mustopa Ghalwas  dan lainnya dan juga dengan banyak mendengarkan lagu-lagu padang pasir dari sumber aslinya, seperti lagu-lagu ummi kulsum, Muhammad Abdul Wahhad dan lannya. Kita dapat mengembangkan sendiri dan bisa juga dengan memasukkan irama lainya yang munasabah(sesuai).
Dikutip dari Bustamam Ismail on January 20, 2010


contoh surat KBRI




Capture.PNGمؤسسة الحكمة للتربية والتعليم والدعوة الاسلامية        
YAYASAN PENDIDIKAN PONDOK PESANTREN AL HIKMAH 2
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM ALHIKMAH (STAIA)
SK Dirjen. Pendis : DJ.I/149/2012
BENDA SIRAMPOG BREBES (52272)
Telp. (0289) 4314001 Email : Staiaalhikmah@yahoo.co.id  Website :www.staialhikmah.ac.id



Brebes, 13 Desember 2016
Nomor : 30.a/STAIA/Ahk/V/2016
Lamp   : 1
Hal       : Permohonan Kerjasama

Kepada Yth,
KBRI untuk Kesultanan Oman Muscat

Di Tempat,
Dengan hormat,
Bersama ini saya menerangkan bahwa;
Nama               : Dr. H.A.Najib Afandi, MA   
Jabatan            : Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam Al-Hikmah 2 Brebes
Dengan ini kami mengajukan permohonan kerjasama dengan Universitas Ulum Syariah diantaranya :
1.      kuliah Jarak Jauh Universitas Ulum Syariah untuk Indonesia (Sekolah Tinggi Agama Islam Al-Hikmah 2 Brebes)
2.      pengiriman dosen ilmu Qiraat dari Universitas Ulum Syariah Muscat oman untuk Sekolah Tinggi Agama Islam Al-Hikmah 2 Brebes Indonesia
Demikianlah surat permohonan ini kami ajukan guna untuk mendapakan kerjasama antar perguruan Tinggi Inernasional.
Atas perhatian dan kerjasamanya kami mengucapkan banyak terima kasih.

Hormat kami,
Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam Al-Hikmah 2 Brebes Indonesia


Dr. H.A.Najib Afandi, MA  

Rabu, 03 Februari 2016

RUWATAN



BUDAYA RUWAT  SELAMATAN BUMI
  1. LATAR  BELAKANG
Tradisi ini ada sejak zaman dulu,khususnya didesa PRENDENGAN,kec. Banjarmangu, kab. Banjarnegara. Menurut cerita warga setempat tradisi ini bermulai dengan kejadian pada masa lampau, yang pada waktu itu, di desa ini mengalami kekringan yang cukup lama, dan juga disertai hama tikus yang menyerang tanaman padi, sehingga pada tahun tersebut warga desa ini gagal panen, dan apabila kejadian ini dibiarkan begitu saja akan berakibat tidak baik. 
Maka ditengah kebimbangan masyarakat, ada seorang tokoh yang memang dihormati pada kala itu, ia mengusulkan bagaimana jika masyarakat mengadakan acara ruwatan dengan tujuan untuk mensyukuri nikmat yang telah diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa dan serta untuk berharap kemakmuran dikehidupan generasi selanjutnya.
Dengan demikian diadakanlah perkumpulan desa, dengan tujuan merundingkan pendapat salah satu tokoh tersebut,dan akhirnya pendapat ini disetujui oleh masyarakat setempat, mereka berfikiran apa salahnya mencoba, selagi hal ini masih bisa dikatakan baik, justru akan membawa kemaslahatan bagi kehidupan mereka. Hingga sekarang perlu disyukuri karena peristiwa kemarau berkepanjangan dan hama tikus yang tersebut tidak menyerang kembali, maka acara ruwatan ini masih dijalankan sebagai salah satu ungkapan rasa syukur.
  1. TEKNIS PELAKSANAAN
Budaya ruwatan ini biasanya dilaksanakan pada tanggal 1 suro, “memilih tanggal ini karena menurut pada tanggal ini lebik baik dari tanggal lain, alasanya, selain ini awal tahun baru, mudah diingat, dan doa yang nanti akan dipanjatkan bertujuan untuk mensyukuri nikmat tahun lalu, dan mengharap barokah pada tahun selanjutnya yang dimulai pada tanggal 1 bulan assuro/muharom”. Diungkapakan oleh  bpk.amin, 1/12/2012, salah satu warga desa.
Acara ini diawali dengan kegiatan tahlilan pada malam tanggal satunya,dan pada siang tanggal satunya ada pergelaran seni (kuda lumping), pertunjukan ini berlangsung hingga sore hari,dan malam tanggal 2 dilanjutkan dengan pergelaran wayang dan sekaligus disertai dengan penampilan budaya ‘lengger’,dan dilanjutkan deng pembacaan doa.
Doa ini biasanya dipimpin oleh sang dalang wayang tersebut. Acara ini berlanjut hingga biasanya pada pukul 03.00 pagi hari,perlu diketahui bahwa pergelaran budaya disini bukan sekedar hiburan semata, tetapi ada pesan tersirat seperti halnya menanamkan moral dan perilaku yang menjadi teladan bagi setiap orang yang menyaksikan khusunya pada pergelaran budaya wayang.
 Pada tanggal 2 tersebut adalah puncaknya acara ini,biasanya, para ibu rumah tangga menyajikan makanan sejenis tumpeng,dan berkumpul di sepanjang jalan(gang),akan tetapi yang ikut berkumpul bukan hanya ibu ibu yang menyediakan tumpeng saja, anak-anak juga ikut serta,setelah semua berkumpul kemudian ada seorang tokoh masyarakat yang masuk kedalam masjid pusat desa,lalu membaca doa, doa tersebut ditujukan kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai ucapan rasa syuku,r salah satunya syukur atas selamatnya bumi yang kita pijak. Setelah doa selesai dipanjatkan, biasanya mereka saling bertukar makanan satu sama lain, hal ini menunjukan bahwa di desa tersebut msih ada rasa kebersamaan yang masih begitu erat.
  1. ANALISA
Menurut saya, budaya ini  sangat perlu dilestarikan, yang memang pada zaman akhir-akhir ini budaya wayang sudah sangat amat jarang, minat akan  budaya perwayangan ini sangat rendah dikalangan remaja masa kini. Dengan adanya acara ini,selain bertujuan untuk melestarikan budaya wayang. Dilihat dari sisi social, hal ini dapat menjadi salah satu sarana pemersatu/gotong royong para warga, serta menjadi hiburan yang mempunyai keistimewaan tersendiri, karena biasanya menceritakan asal mula atau kejadian yang terjadi di desa tersebut. Dari  sisi religinya sangat bagus,
tujuan utamanya adalah mensyukuri kenikmatan yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa berupa keselamatan bumi yang dipijak. Satu lagi yang perlu dietahui yaitu supaya kita ingat selalu terhadap sang pencipta.
Hanya saja ada yang memang harus dikurangi, atau dengan bahasa halusnya diperbaiki kembali, salah satuya adalah ketika pelaksanaan wayang yang disertai budaya lengger, dalam hal ini,bukan budaya lenggernya yang mungkin salah, tetapi karena anggota lengger tersebut identic dengan pakaian-pakaian yang minim,membuka aurat yang berlebih, juga cara ataupun pelaksanaanya yang kurang tertata,sehingga sering terjadi hal hal yang tidak diinginkan, seperti halnya ‘nyawer lengger’ atau yang lain,yang dapat menyebabkan kemaksiatan, akibatnya sangat fatal, terutama bagi orang orang yang sudah beristri. Istri akan merasa malu,cemburu yang itu merupakan penyebab awal dari pertengkaran rumah tangga, dan memang tidak jarang saya jumpai kasus demikian.
Lalu, untuk mengantisipasi hal tersebut agar tidak terjadi, maka seharusnya ketua/pemimpin acara tersebut mengatur atau dengan kata lain membuat peraturan khususnya bagi anggota lengger agar tidak terlalu seronok dalam berseragam dan membatasi waktu yang lebih efisien, ketika hal ini tidak bisa dilakukan/deterapkan, menurut saya lebih baik dalam pergelaran budaya ini tidak perlu disertai dengan budaya lengger.
Perlu diketahui bahwasanya acara ini bukan sebuah kepercayaan. Dan bukan berarti masyarakat desa ini menggantungkan nasib/takdir pada acara ini, ruwatan ini hanya salah satu bentuk rasa syukur dengan apa yang telah diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa, dan pengharapan agar supaya kedepanya dapat lebih baik lagi.